Senin, 16 Agustus 2010

Sabar, Syukur, Ikhlas

Sabar, Syukur, Ikhlas

Dalam sebuah haditas nabi dikatakan bahwa :” tidak sempurna iman seseorang sehingga ia bersedia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri”. Hadis lain mengatakan bahwa “cintailah mereka yang di bumi, maka engkau akan dicintai oleh Dzat yang di langit.”
“Kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal saleh; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar” (Qs.11:11).

Nasehat hati diatas bisa ditemui dalam pedoman hidup (way of life) umat Islam, Al-qur’an jauh-jauh hari telah memperingatkan kepada kita bahwa dalam menjalani hidup ini tidak semua berjalan mulus seperti apa yang kita inginkan, ada kendala, rintangan, cobaan yang beraneka ragam yang membuat kita sebagai makhluk yang dhoif terkadang mengeluh, putus asa, kurang percaya diri untuk menjalani hidup ini, tidak bersemangat dan lain sebagai, sehingga peran kita sebagai khalifah fil ardhi tidak berjalan.

Sabar terkadang masih jarang orang mampu melakukannya, dan juga terkadang salah penempatannya, sehingga menyebabkan kita salah dalam menjalani hidup ini, sabar seolah menjadi justifikasi untuk terima apa adanya, menyerah kepada keadaan, menyerahkan semua permasalahan kepada Allah tanpa adanya ikhtiar, dengan argumen ”ini semua sudah kehendak-Nya, kita sabar aja menjalaninya” kesalahan pemahaman menyebabkan tidak kreatif, solitif, progresif dalam menghadapai permasalahan. Lalu bagaimana sikap sabar seharusnya? Sabar berarti menahan diri dalam menanggung suatu penderitaan, baik dalam menemukan sesuatu yang tidak diingini ataupun dalam bentuk kehilangan sesuatu yang disenangi” menurut al-Ghazali (1058-1111), ”sabar adalah suatu kondisi mental dalam mengendalikan nafsu yang tumbuh atas dorongan ajaran Islam”, sehingga sabar merupakan salah satu maqam (tingkatan) yang harus dijalani mendekatkan diri kepada-Nya.

Sabar dan Iman
Sabar merupakan bagian dari iman, sabda Nabi Muhammad (Diriwayatkan Abu Nu’aim), Sabar itu sebagian dari iman. ”Tanpa kesabaran pembenaran terhadap dasar agama dan akan menumbuhkan amal sholeh, iman mempunyai dua unsur yaitu; yakin dan sabar.Hubungan antara sabar dan iman, menurut Ali bin Abi thalib, laksana kepala dengan badan, badan tidak berarti tanpa kepala.Keterkaitan sabar dengan iman mengakibatkan kadar kesabaran menjadi bertingkat-tingkat sebagaimana kadar iman. Abdus Samad al-palimbani membagi sabar atas tiga tingkatan, yaitu: 1) sabar orang awam (Tasabbur), yakni menerima hukuman Allah SWT; 2) sabar orang yang menjalani tarekat, yakni terbiasa dengan sabar; dan 3) sabar orang arif ( istibar), yakni merasa lezat dengan bala dan merasa rela dengan ikhtiar Allah SWT atas dirinya.
Sabar dan Syukur Secara kebahasaan, ‘Asy-Syukr’ berarti ‘ucapan’, ‘perbuatan’, ‘sikap terima kasih’ (al-hamd), dan ‘pujian’. Dalam ilmu tasawuf istilah ‘syukur’ berarti ‘ucapan, sikap, dan perbuiata terima kasih kepada Allah SWT dan pengakuan yang tulus atas nikmat dan karunia yang diberikan-Nya. Menurut al-Ghozali syukur merupakan salah satu maqam (statiun/stage) yang lebih tinggi dari sabar, khauf/takut) kepada Allah SWT, dan lain-lain. Cara bersyukur ada tiga, 1) bersyukur dengan hati, 2) bersyukur dengan lidah, dan 3) bersyukur dengan amal perbuatan.

Sesungguhnya iman itu terdiri atas dua bagian: sebagian sabar dan sebagian syukur. Keduanya merupakan dua sifat dari sifat-sifat Allah dan dua nama dari al-asmaa-ul-husnaa, yaitu; ash-Shabuur dan asy-Syakuur. Maka kebodohan terhadap hakikat sabar dan syukur, sebenarnya adalah kebodohan daripada sifat-sifat-Nya. Allah telah menyifatkan orang-orang yang sabar, dengan beberapa sifat. Ia menambahkan lebih banyak derajat dan kebajikan kepada sabar. Ia menjadikan derajat dan kebajikan itu sebagai hasil (buah) dari sabar.. Allah berfirman:”Dan Kami jadikan di antara mereka itu beberapa pemimpin yang akan memberikan pimpinan dengan perintah Kami, yaitu ketika mereka berhati teguh (sabar). (QS. As-Sajadah : 24).
Orang tidak bisa dikatakan bersabar kalau dia tidak bersyukur dan begitu juga sebaliknya, orang tidak bisa dikatakan bersyukur kalau tidak bersabar. Ketika mendapat nikmat dia bersyukur dengan kesabarannya, artinya perilaku menikmati kenikmatan tetap terkontrol, begitu juga ketika mendapat cobaan, kondisi itu tetap disyukuri karena dia beranggapan “ini adalah nikmat yang terbesar yang pernah aku dapatkan".

Berbagai sarana telah disediakan bagi tumbuhnya rasa syukur dan sabar dalam diri, baik berupa kenikmatan ataupun ujian, bertafakkur terhadapnya, ambil nilai hikmah, evaluasi diri dan melihat dari dekat ujian yang ditimpakan pada para mustad'afiin (sebagai Contoh), tuntutan menyempurnakan ikhtiar, selalu husnuzhan kepada Allah, jangan berputus asa dari rahmad-Nya.

Keterbatasan harta, bagi mereka bukan sebuah bencana, kondisi fisik yang kurang sempurna bukanlah yang akan menghancurkan hidupnya, tetapi lebih merupakan ujian yang dijanjikan Allah Swt yang akan berbuah pada meningkatnya kualitas (kesadaran) iman, sehingga hidup tetap optimis untuk maju, bukan malah menyerah pada keadaaan dengan mengatakan “ini sudah takdir” atau “ saya sabar terima kondisi ini” tanpa sedikitpun melakukan perubahan.
Syukur berarti memaksimalkan potensi yang ada, punya fisik yang sempurna digunakan dengan baik, indra yang diberikan akan maksimal jika kita menyadari akan potensinya, kondisi sadar atas kepemilikan diri adalah konsep syukur, begitu juga kita diberi umur, kesehatan digunakan dengan baik, harta yang pas-pas-an digunakan se-efektif dan se-efisien mungkin, jika tidak mendapatkan itu semua manajemen selanjutnya adalah sabar dengan tetap memperhatikan potensi diri, memahami kondisinya, tetap stabil tidak larut dalam kesedihan atau kesenangan, tidak mudah putuh asa yang mengakibatkan stres atau depresi yang akan menimbulkan prilaku negatif, merugikan diri sendir bahkan orang lain, jadi bukan sabar yang ’bodoh’ tetapi penuh dengan kreatifitas, keteguhan, optimis jiwanya, tidak gampang terombang-ambing keadaan, Itulah kesadaran kita tetap on line dan tetap ter-up grade, yang memungkinkan untuk mengambil ketutusan dan tindakan secara bijaksana walaupun dalam situasi yang sulit sekalipun.

Orang yang tidak bisa bersabar dan bersyukur berarti dia dikejar target diri sendiri, dia akan terpengaruh dengan lingkungan, dan yang demikian ini akan menyiksa kondisi psikologis dia. Kehidupanya dilingkupi kegelisahan, kehawatiran, mudah putus asa dan tidak optimis, takut miskin, takut hidup sengsara, takut hidup tidak terhormat, hidup pesimistis. Kasus korupsi tidak akan terjadi jika mengamalkan konsep ini. Firman Allah SWT:"...dan jika kamu mengingkari nikmat-Ku, maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih" (QS. Ibrahim:7). Ayat ini merupakan isyarat adanya penyakit psikologis manusia yang di hantui oleh rasa tidak puas dan gampang goyah, yang ada dan kita miliki di maksimalkan. Sabar dan Manajemen Diri Sabar menurut al-Ghazali, yakni kesanggupan mengendalikan diri/pengendalian nafsu yang ada dalam diri manusia. Dalam upaya manusia tersebut dapat dibagi menjadi tiga tingkatan.

1) orang yang sanggup mengalahkan hawa nafsunya; karena ia mempunyai daya juang dan kesabaran yang tinggi; 2) orang yang kalah oleh hawa nafsunya; ia telah mencoba bertahan atas dorongan nafsunya tetapi kalah karena kesabarannya lemah; 3) orang yang mempunyai daya tahan terhadap dorongan nafsu, tetapi suatu ketika kalah karena dorongan nafsunya besar. Meskipun demikian, ia bangun lagi dan terus tetap bertahan dengan sabar atas dorongan nafsu tersebut.

Karena itulah, pada suatu kali Nabi s.a.w. ditanyakan tentang iman, lalu beliau menjawab: Ialah sabar. Karena sabar itu yang terbanyak dari amal-perbuatan iman dan yang termulia dari amal perbuatan itu.
Jika dalam keadaan sakit maka sabar ini bagaikan autosugesti atau autohealing (self healing) yaitu penyembuhan diri sendiri, karena hal ini akan memberikan energi positif (mentalitas) dalam diri yang mampu meningkatkan ketahanan tubuh (hormon Imunitas tubuh) akan meningkat, hasil penelitian menyatakan bahwa pengobatan secara medis hanya mampu memberikan sumbangsih penyembuhan sebesar 25%, 75 % dari mentalitas dan spiritual.
Kesabaran memungkinkan kita untuk selalu sadar terhadap apa yang telah terjadi pada diri kita, misalanya cobaan, dengan kondisi yang stabil (sabar) tidak emosional memungkinkan kita masih bisa mengkontrol indra kita yang lain termasuk juga akal kita, sehingga lepas dari cobaan kita punya kecerdasan untuk menggambil hikmah dan selanjutnya dengan seluruh potensi yang ada bangkit segera memperbaiki diri, inilah sabar yang sesungguhnya, sabar yang kreatif, solutif, pantang menyerah.

Sabar bukan meyerah pada keadaan tanpa ada upaya untuk bangkit, dan tanpa tau kalau kita memang selalu diberi kesempatan untuk beramal, berkarya lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Firman Allah Ta'ala (artinya): Tiada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (At-Taghabun: 11). Petunjuk kepada hati berarti jika kita tidak tenggelam dalam permasalahan hidup, tidak menikmati keminiman hidup tapi memaksimalkan hidup, niscaya kita akan selalu menemukan solusi problem yang ada, itulah sabar yang cerdas. karakteristik permasalahan kehidupan dan kesulitan kehidupan cuma dua. Yaitu, kalau bukan ujian, ya, azab. Ikhlas, sabar, syukur, adalah tiga kunci utama dalam menjalani kehidupan ini.Sabar dan IkhlasIkhlas adalah membersihkan sesuatu hingga bersih, ikhlas melakukan sesuatu karena Allah. Menurut para sufi Ikhlas merupakan syarat sah Ibadah, sedangkan menurut ahli fiqh tidak demikian, jika amal merupakan badan jasmani, ikhlas adalah jiwanya. Ikhlas juga berarti apa yang sekarang ini kita dapatkan adalah hasil tingkah laku yang dulu kita kerjakan.

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu', (QS.al-Baqoroh{2}; 45)”
Sholat merupakan latihan (gerakan)statis tentang sabar. Sholat punya gerakan, punya bacaan yang kesemuanya kita harus bersabar sesuai dengan gerakan rikmiknya dengan menyertakan bacaan, jadi gerakan kita tidak tergesa-gesa, jika kita berjama’ah maka kita harus bersabar mengikuti imam, walau ritmik (waktu) gerakannya tidak sesuai dengan kita.dalam sholat juga kita harus khusu’, konsep khusu’ menurut al-Ghozali adalah; kita harus menyadari apa yang kita baca dan menyadari gerakan tubuh kita.

Daftar PustakaAl-Ghozali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad. 1939. Ihya’ ’Uluml ad-din.; Mustafa al-Halabi. Cairo, Al-Qur'an Digital. Versi 2.0, Al-Qusyairi, 1959. Abu al-Qasim abdul Karim, ar-Risalah al-Qusyariyah., Artikel lepas. Konsep Sabar Menurut Islam.

Jumat, 26 Maret 2010

Kamis, 11 Februari 2010

Semangat baru di tahun yang baru

ada yang baru, semangat untuk hidup yang lebih baik.